Dinamika Perkembangan Seni Tenun Ikat Sikka Flores NTT
Upaya pewarisan dan pengembangan
seni tenun ikat merupakan satu dimensi dalam rangka menjaga dan
melestarikan keberadaan seni tenun tradisional sebagai kreativitas dan
warisan berharga dari nenek moyang. Di era globalisasi sekarang yang
serba berubah ini, tentunya membawa perubahan serta pergeseran nilai
budaya bangsa ini. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi
pergeseran makna dan kreativitas masyarakat dalam mengembangakan dan
melestarikan tenun ikat yang menjadi simbol keperibadian masyarakat
tradisional Flores dan Sikka pada khususnya.
Dinamika
perubahan ini sangatlah komplek setelah terjadi perkembangan nilai
dalam proses memproduksi selembar kain tenunan ( sarung ).
Tenunan
bukan saja sebagai suatu ekspresi dedikasi seniwati dalam bertenun
namun membawa kepada perubahan pola kehidupan dalam menopang kehidupan
sosial ekonomi rumah tangga masyarakat.
Kajian
seni tenun memiliki daya tarik secara luas oleh para ahli sejarawan
,seniman diberbagai daeara yang oleh Anne dan Jhon Summerfield (2005) menunjukan
bahwa tekstil indonesia bukan saja eksotisme cultur saja akan tetapi
menegaskan konsep kerja menenun sebagai sebuah artikulasi. Menenun atau
membatik esensinya adalah menuliskan,mengartikulasikan konsep dan
identitas cultur mereka ( sebagai seorang perempuan ). Dikutip juga dari pendapat Taylor bahwa kebudayaan
adalah sebagai suatu generalisai jati diri dan merupakan suatu
totalitas keberadaan manusia dalam suatu etnik. Sehingga bisa di
simpulkan bahwa ,kerena generalisasi maka kebudayaan tersebut
mengisyaratkan sesuatu yang komplek, karena didalamnya terlingkup
berbagai unsur budaya dimana diantaranya adalah kesenian. Unsur seni ini memiliki makna yang paling dalam disebut dengan nilai budaya didalam masyarakat itu sendiri.
Manusia
dapat berpotensi cipta tergantung dan bergambar pada kemampuan berpikir
demi orang-orang yang hidup didalam masyarakat, mendapatkan ilmu
pengetahuan yang berbeda dengan jiwa manusia yang memberikan ukuran rasa
nilai keindahan dalam berseni. Potensi cipta dan rasa berbeda dengan
potensi karsa. Potensi ini ditandai dengan kemampuan berkarya dalam
menghasilkan kebudayaan. Ketiga potensi inilah yang harus diwujudkan
melalui kreasi manusia yang hadir pada zaman ini.
Seni
bertenun perlu mendapat perhatian yang serius dan sentuhan yang
mendalam agar nantinya menjadi potensi andalan dalam mencapai
kesehjateraan masyarakat. Bukan saja merubah kehidupan ekonomi
masyarakat, namun seni tenun pun memiliki aspek budaya yang sangat
berpengaruh di tengah masyarakat pencinta budaya kerena banyak menyimpan
nilai sejarah. Simbol dalam motif dan membentuk ragam hias dinyakini
oleh masyarakat Flores bahwa Seni Tenin mengandung nilai sakral yang
sangat spritual dan kekuatan rohani yang besar . Untuk memberikan
tanggapan seta memperkuat argumen, oleh Muhjunir ( Antropolog )1967
mengatakan bahwa semakin jauh kita menelaah sejarah kebudayaan umat
manusia, semakin besar pula tingkat hidup yang terbungkus oleh
Religi-magi yang berupa tanggapan-tanggapan bahwa setiap benda memiliki
kekutan magi tertentu.
Jadi
dalam membuat atau menghasilkan selembar sarung mempunyai pertimbangan
akan rasa memiliki dan dedikasi yang tinngi sebagai seniwati dalam
bertenun mempunyai cita rasa yang tinggi, mempunyai pertimbangan
kwalitas , penghayatan dan sentuhan akan simbol, bentuk dan fungsi dari
tenun.
Selain pertimbangan estetika artistik,juga harus memperhatikan simbol,makna dan fungsi antara lain:
- Status sosial, bagi wanita yang memiliki kemampuan membuat kain tenun ikat sangat dihargai dn dihormati.
- Pertimbangan kemampuan, Tidak senua wanita dapat bertenun atau menghasilkan selembar sarung,karena sangat membutuhkan dedikasi yang sabar serta ulet dan tekun.
- Pertimbangan Pretise atau harga diri, dalam masyarakat Sikka dan Flores pada umumnya keharusan wanita dalam bertenun ikat atau membuat kain sarung sudah ditanam sejak nenek moyang, dan sudah membiasakan diri belajar sejak usia muda. Wanita yang diharapkan adalah memiliki kreatif serta trampil. Hasil kerjanya dapat disimpan sebagai bekal untuk jaga-jaga ( Isi Kei )( misalnya ada pesta adat atau urusan wurumana (harga diri seorang wanita di depan mertua )
- Pertimbangan hari tua, mempunyai pemikiran kalau nanti tidak bisa produktif lagi untuk menghasilkan tenunan sarung. sudah ada bekal atau tersimpan dapat menghidupi hari tua ( dipakai saat meninggal )
Dan masih banyak pertimbangan
yang benar-benar disiapkan sebagai seorang wanita dalam memproses
selembar sarung. Dengan semakin disadarinya peranan dan arti penting
dari dari keberadaan ini arti tenun ikat sebagai suatu wahana pemerataan
pendapatan, penciptaan usaha baru serta upaya pelestarian hasil budaya
bangsa, maka celah-celah kkeberadannya mulai disimak dan menggugah
tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai kalangan , utamanya mereka yang
erat kaitannya dengan seni budaya kerajinan, seperti pencinta
seni,peminat barang-barang seni dan kerajinan tenun. Inilah menjadi
tantangan dan permasalahan, kirany menjadi satu perspektif yang menjadi
alternatif penanggulangan masalah baik yang berlingkup seni budaya
maupun menyangkut ekonomi.
Diharapkan
dengan pembahasan ini, bisa membawa keberlanjudan dalam mengembangkan
dan membudayakan Seni bertenun ikat kepada generasi muda sekarang.
Mereka bisa belajar dan bangkit memajuhkan warisan leluhur ini ,dan
jangan sampai terkesan proses degredasi total, melain kan mencoba untuk
membangkitkan kembali pemahaman dan kreativitas akan seni tenun ikat
juga selanujdnya menunjukan kepada dunia luar bahwa kita punya keunikan
dalam berbudaya tenun ikat.
Bagi
generasi yang sekarang terkesan dedikasi santai, diupayakan untuk lebih
tanggap,kreatif , sehingga jangan sampai terkesan seni bertenun kelak
akan terjadi penyudutan,hilang atau lenyap ,pergeseran terbawa zaman
modernisasi ini. Jawabannya ada pada masyarakat Sikka Flores yang
mempunyai cinta akan budaya bertenun Ikat .Semoga.
Comments
Post a Comment